Raperda Pajak dan Retribusi Cilegon Rampung: Tarif Disesuaikan, Item Baru Ditambahkan


CILEGON, KBN.COM —
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) di Kota Cilegon memasuki babak akhir. Panitia Khusus (Pansus) DPRD Cilegon bersama Pemerintah Kota Cilegon menggelar rapat finalisasi di ruang rapat dewan, Rabu, 10 Desember 2025. Suasana terasa runut, meski diskusi soal tarif dan perluasan objek retribusi berlangsung alot sejak pagi.


Ketua Pansus PDRD, Rahmatullah, menyebut finalisasi ini menjadi titik krusial karena menyangkut penyesuaian tarif pajak dan retribusi yang akan berdampak langsung pada pendapatan asli daerah (PAD). “Kami berharap perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2024 ini bisa meningkatkan PAD. Ada beberapa penyesuaian, baik di sektor pajak maupun retribusi dari tiap OPD penghasil,” kata Rahmatullah.


Salah satu sektor yang mengalami penyesuaian ialah layanan kesehatan. Dinas Kesehatan dan RSUD Cilegon, yang kini menjalankan pola Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), menjadi fokus pembahasan. Rahmatullah menyebut perubahan tarif kesehatan tak terhindarkan karena banyak item layanan yang sudah tidak relevan.


“Di puskesmas dan RSUD, pengelolaan layanan sudah berbasis BPJS. Tapi untuk pembiayaan umum, tarifnya memang harus disesuaikan. Banyak item dari tahun 2019 yang berubah,” ujarnya.


Pansus juga menyoroti pelaku usaha mikro—khususnya UMKM kuliner. Selama ini, rumah makan dengan omzet Rp2,5 juta per bulan sudah terkena kewajiban pajak. Aturan itu dinilai tak lagi sesuai perkembangan ekonomi lokal.


“Kami mengusulkan batas omzet dinaikkan menjadi Rp5 juta per bulan. Jangan salah, pedagang pecel lele atau kaki lima kalau ramai bisa lebih dari itu hasilnya,” kata Rahmatullah.


Kenaikan batas pajak dianggap memberi ruang bagi pelaku UMKM kecil untuk tumbuh, sekaligus memastikan pungutan daerah tak membebani sektor informal.


Usulan retribusi baru juga datang dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora). Fasilitas olahraga milik Pemkot—yang selama ini digunakan warga secara gratis—akan mulai dikenakan tarif.


Rahmatullah menyebut perubahan ini mengikuti regulasi terbaru dari Kemendagri dan Kemenkeu yang mendorong optimalisasi aset daerah. “Semua fasilitas harus ada tarifnya. Patokannya kabupaten/kota lain sebagai pembanding,” katanya. Retribusi akan mencakup penyewaan lapangan, penggunaan gedung, hingga pengelolaan lahan dan ruang publik.


Meski finalisasi hampir tuntas, beberapa poin masih membutuhkan harmonisasi dan naskah akademik lanjutan. Namun arah pembahasan menunjukkan keinginan DPRD dan Pemkot untuk menata ulang struktur pajak dan retribusi secara lebih modern—meski konsekuensinya menuntut adaptasi dari masyarakat.


Raperda ini diharapkan menjadi instrumen baru untuk meningkatkan PAD, memperbaiki pengelolaan layanan publik, sekaligus menutup celah tarif yang selama ini dianggap tidak relevan. Selebihnya, publik menanti bagaimana implementasi aturan baru ini diuji di lapangan.



(Yan/Red*)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama