CILEGON, KBN.Com - Sebuah kabar menggelinding di media sosial: Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Cilegon disebut-sebut meminta setoran 10 persen dari kantong parkir siswa yang dikelola warga sekitar. Isu itu lekas menyebar dan memantik respons publik.
Kepala MAN 1 Cilegon, Hj. Maryati M.Pd., segera memberi klarifikasi. Ia memastikan sekolah tidak pernah memungut setoran parkir. “Kalau ada, itu bukan untuk sekolah, melainkan kerja sama koperasi Al-Ikhlas dengan pengelola parkir. Jadi bukan pungli,” kata Maryati, Jumat, 26 September 2025.
Keterangan itu menempatkan koperasi sekolah sebagai aktor utama dalam urusan parkir. Lembaga yang semula berfungsi menopang kebutuhan siswa kini berada di garis depan mengelola lahan parkir, lengkap dengan dinamika dan sorotan yang mengikutinya.
Peran Koperasi
Koperasi Al-Ikhlas bukan pemain baru di MAN 1 Cilegon. Ia menjadi penyokong banyak aktivitas, mulai dari kantin, simpan-pinjam siswa, hingga mendukung program sekolah. Menurut Maryati, karena MAN berada di bawah Kementerian Agama, sekolah ini tidak mendapat bantuan pembangunan dari APBD Kota. Padahal, sebagian besar siswanya warga asli Cilegon.
“Dalam kondisi itu, wajar koperasi berusaha mencari sumber pendapatan. Parkir menjadi salah satunya,” kata Maryati.
Namun, model pengelolaan parkir oleh koperasi sekolah menimbulkan pertanyaan. Apakah koperasi berfungsi murni sebagai wadah kesejahteraan warga sekolah, atau sudah merambah ke ranah bisnis yang memantik gesekan dengan masyarakat sekitar?
Tarik-Menarik Kepentingan Warga
Sejak kantong parkir di luar sekolah dibuka, gesekan antarwarga yang berebut lahan muncul berulang kali. Sejumlah warga mengaku merasa berhak mengelola area parkir karena berada di lingkungan mereka. Di sisi lain, koperasi sekolah menganggap kontribusi dari parkir penting untuk mendukung keberlangsungan pendidikan.
Ketegangan itu bahkan mengundang campur tangan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cilegon. Dishub sempat turun ke lokasi, menyoroti legalitas dan tata kelola parkir di sekitar sekolah.
Sikap Dishub dan Tabayun
Maryati mengatakan pihaknya siap dipanggil Dishub atau instansi terkait. “Kami terbuka, karena niat kami mencari solusi terbaik. Siswa bisa belajar dengan tenang, guru pun mengajar tanpa terganggu,” ujarnya.
Namun hingga kini, Dishub belum memberi keterangan resmi terkait status lahan dan siapa yang berhak mengelola parkir di sekitar MAN 1 Cilegon. Kekosongan regulasi itu membuat ruang spekulasi kian lebar.
Di Persimpangan
Polemik parkir di MAN 1 Cilegon kini menempatkan koperasi sekolah di pusaran sorotan. Bagi pihak sekolah, koperasi adalah jalan keluar di tengah keterbatasan anggaran. Bagi sebagian warga, koperasi justru dianggap mempersempit ruang usaha masyarakat sekitar.
Pertanyaan besarnya: apakah koperasi sekolah hanya menjalankan fungsi ekonomi demi keberlangsungan pendidikan, atau sudah melangkah terlalu jauh hingga menabrak kepentingan publik?
Jawaban itu mungkin baru akan jelas jika Dishub dan pemerintah kota turun tangan lebih serius. Untuk sementara, koperasi Al-Ikhlas harus siap menjadi sasaran kritik—sebuah konsekuensi dari posisinya sebagai “pengelola parkir” di tengah benturan kepentingan antara sekolah, warga, dan pemerintah.
(Rizki/Red*)
إرسال تعليق