CILEGON, KBN.Com – Sejumlah tokoh masyarakat, organisasi lokal, hingga pemuda dari Kota Cilegon berkumpul dalam sebuah konferensi pers yang penuh nuansa kritis, Senin (14/7/2025).
Acara yang berlangsung di Saung Mbak Lala Jungle Park itu difasilitasi oleh Elang Tiga Hambalang (ETH) Provinsi Banten dan Forum Komunikasi Masyarakat Cilegon Bersatu (FORKOMASTER), menjadi ajang curahan pendapat terkait arah pembangunan, dinamika investasi, dan penguatan solidaritas warga Kota Baja tersebut.
Kritik untuk Pemda: "Kemana Kami Harus Mengadu?"
Dalam forum terbuka itu, Ketua ETH Banten, James Makapedua, menyoroti lemahnya peran pemerintah daerah, khususnya Wali Kota dan DPRD, dalam merespons keluhan dunia usaha lokal.
“Kemana kita harus mengadu? Seharusnya wali kota dan ketua DPRD memediasi ini, apalagi beberapa kawan kita dari Kadin Cilegon ikut tersandung persoalan,” ujar James.
Ia menegaskan bahwa ETH membawa mandat langsung dari Presiden untuk mengawasi isu-isu strategis nasional, termasuk mafia tanah, mafia migas, minyak goreng, dan cukai. Ia mengajak masyarakat agar tak ragu bersuara jika melihat praktik merugikan rakyat.
“Kalau ada oknum, sampaikan saja. Demi kebaikan bersama dan kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Investasi Tidak Merata, "Jangan Ada Ling-Ling Lagi"
Nada serupa disuarakan Ketua Barisan Pemuda Nusantara (BAPERA) Kota Cilegon, Ali Misri. Ia menyinggung soal ketimpangan sebaran investasi yang dinilai hanya menyentuh kawasan tertentu saja.
“Ada 8 kecamatan dan 43 kelurahan di Cilegon. Jangan sampai investasi hanya berputar di situ-situ saja. Jangan ada ‘Ling-Ling’ seperti yang sudah terjadi sebelumnya,” ujarnya menyindir praktik eksklusif dalam penyaluran proyek.
Ali berharap ETH bisa memberikan masukan strategis agar iklim sosial dan politik di Kota Cilegon tetap kondusif.
Proyek PSN Dinilai Kebal Kritik, DPRD dan Wali Kota Dituding Pasif
Salah satu Ormas Aris menyoroti efek dominasi proyek strategis nasional (PSN) terhadap kewenangan daerah.
Menurutnya, proyek-proyek PSN membuat kepala daerah dan DPRD seolah tidak berdaya karena semua izin datang dari pusat.
“Penyakit pertama adalah terbentuknya ‘ring satu’ dan ‘ring dua’. Kedua, wali kota dan DPRD tidak bisa banyak bergerak karena proyeknya PSN. Padahal, di daerah lain bisa sampai 60 persen pekerja lokal. Kenapa di Cilegon tidak?” tuturnya.
Aris juga menegaskan pentingnya peran media dan forum audiensi terbuka untuk mengawal proses pembangunan yang berdampak langsung ke masyarakat.
Seruan Kolaborasi: “Jangan Gunakan Konsep Preman!”
Ketua Korps Indonesia Muda (KIM) Kota Cilegon, Eben Rajab, menyerukan pentingnya sinergi antara pengusaha lokal, LSM, ormas, hingga tokoh pemuda.
“Kalau pengusaha lokal egois dan tak mau duduk bersama, perda apa pun akan terasa percuma,” tegas Eben.
Dukungan juga datang dari dunia pencak silat. Rahmatullah, Sekretaris DPD Persatuan Pencak Silat Seluruh Indonesia (PPSI) Cilegon, menegaskan bahwa 97 perguruan silat siap bersinergi untuk menjaga harmoni, bukan justru memperkeruh keadaan.
“Jangan ngaku wong Cilegon kalau malah ngacak-ngacak Cilegon. Kita tidak anti investasi, tapi jangan ada ‘ring ringan’. Harus ada sinergi, jangan pakai konsep preman, tapi perjuangan,” tegasnya.
Ia pun mendorong adanya perda khusus yang mewajibkan keterlibatan masyarakat lokal dalam investasi, baik dari sisi tenaga kerja maupun konten lokal lainnya.
(Din/Red*)
إرسال تعليق